ACANESIA
the true contemplation of something complicated...
Tampilkan postingan dengan label cerpenku. Tampilkan semua postingan

forgive me friend

23.43.00
Oleh :Ahmadi

“ Apa…!! Nisa jadian sama Aby “ Seru Santi tak percaya.
Siang itu langit cerah, tidak ada mendung , tak ada hujan, tapi sepetinya kilatan petir menyambar hati wanita berjilbab yang menyandang gelar ketua rohis di sekolahnya itu.
Santi tak habis pikir dengan berita yang diterimanya siang ini. Nisa, Sahabat karibnya sejak ia duduk di bangku dasar itu telah menjalin hubungan dengan cowok yang paling terkenal playboy di sekolahnya. Bahkan kata teman-teman ceweknya hubungan yang biasa dia jalin hanya akan bertahan selama dua minggu dan selanjutnya mereka akan merasa sakit hati dengan cowok keturunan eropa itu.
“Eh…kamu tahu Nisa sekarang dimana?" Tanya santi, menggoyangkan badan kecil Fitri.
“ Tadi sih ada di kantin, tapi sekarang kurang tahu sih.’ jawab Fitri sekenanya, cewek yang pernah merasakan sakitnya diputus secar sepihak oleh Aby itu hanya tak ingin sahabatnya yang lain akan tersayat hatinya oleh play boy cap kabel seperti dia.
Tanpa mengucapkan terima kasih pada Fitri, Santi langsung tancap gas menuju kantin. Ditelusurinya ruang kelas yang ramai oleh para siswa siang itu, Ia tak menghiraukan beberapa pasang mata memandangnya dengan tatapan penuh Tanya.
Sesampainya di kantin ia arahkan mata tajamnya di tiap-tiap bangku kantin yang mulai ditinggalkan oleh beberapa siswa, tapi sayang wajah putih milik Nisa itu tak di temuinya.
“ Tet…tet…tet…” Bel tanda istirahat berakhir itu berbunyi, semua siswa pun mulai berlari menuju kelasnya masing-masing.
Harapan Santi untuk berbicara dengan sahabatnya siang ini harus tertunda dengan adanya jam pelajaran. Rasa kecewa sangat tampak dalam wajahnya. Dengan langkah gontai ia bimbing kakinya menuju ke kelasnya yang terletak disamping ruang kepala sekolah itu.
Disela-sela jam pelajaran matematika, pikiran Santi masih saja tertuju pada nasib sahabat karibnya dua minggu ke depan. Ia tak habis pikir kenapa gadis secantik Nisa mau menjalin hubungan dengan Aby. Kenapa bukan Adi si ketua OSIS yang memang sejak lama telah menaruh hati padanya.
“ Kenapa harus Aby? “ batinnya lirih.
ءءءءء
“ Nis , bukannya aku mau ikut campur urusan kamu, tapi apa kamu yakin dengan keputusan ini? Tanya Santi hati-hati pada Nisa, karena ia tak ingin melukai hati sahabatnya.
“Nisa hanya mengangguk pelan”
Nisa memang bukan orang yang paham betul tentang agama bahkan dia baru seminggu ini mengenakan jilbab, itupun disebabkan oleh insident yang menimpa kakanya sebulan yang lalu.
“ San…kamu ga` usah khawatir aku bakal baik-baik saja kok “ ucap Nisa mantap.
Nisa mulai beranjak dari tempat duduknya yang kemudian diikuti Santi, digandengnya tangan sahabat karibnya itu dan mereka berdua mulai menyusuri halaman sekolah.
Kegelisahan tampak dari wajah Santi. Ia tak ingin melihat sahabat itu menangis seperti teman-teman ceweknya yang lain karena menjalin hubungan dengan Aby.
“ San…” Ucap Nisa lirih.
Santi menatap Nisa dengan penuh tanda Tanya sepertinya ingin menyampaikan sesuatu yang serius, sesuatu yang mungkin hanya Nisa yang mengetahuinya, tapi kali ini ia ingin berbagi rahasia itu dengan sahabatnya.
“ Sebenarnya aku tidak suka dengan Aby “ Ungkap Nisa seraya memandang sahabatnya yamg terkejut dengan pengakuannya tersebut.
“ Apa…? “ Seru Nisa tak percaya dengan mata terbelalak.
“ Aku cuma ingin membalas perbuatan yang ia lakukan pada teman-teman kita “ Bebernya dengan nada halus.
“ Tapi kamu tahu kalau dia bakal putusin kamu dalam waktu dua minggu “ Tanya Santi
“ Karena itu …aku berusaha untuk tidak jatuh cinta padanya “ Jelas Nisa.
“ Tapi…” Kalinat Santi hanya terhenti sampai di situ karena Nisa memutuskan untuk menyongso ng angkot yang selalu mengantarnya pulang dan pergi ke sekolah.
###
Tepat tiga hari setelah itu.
Di dalam kamarnya, cowok yang baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas itu tersenyum lebar penuh kemenangan sambil pandangi langit yang penuh bintang malam ini.
“ Cerdik juga kamu Nis , Tapi jangan panggil aku Aby kalau aku tidak bisa membuatmu jatuh cinta dalam waktu dua minggu dan membuatmu menangis mengharap cintaku “ Tutur dalam hati.
Ini bukan kali pertamanya seorang Aby menaklukkan hati seorang wanita yang menerima cintanya hanya karena ingin membalas kelakuannya. Melita, Nisa, Hida, anggi, Sari, Dewi, Ani, dan temen-temen cewek yang dulu bersama dia di sekolah menengah pertama juga sudah banyak yang melakukannya, tapi hasilnya, mereka tetap saja mengeluarkan air matanya ketika Aby memutusnya secara sepihak.
“ Nisa harusnya ini tantangan buat kamu supaya bisa membuatku jatuh cinta, karena hubungan kita akan segera berakhir minggu depan “ Ucapnya penuh yakin.
Malam semakin larut, dinginnya angin malam pun mulai berhembus menembus celah–celah dinding kamar Aby yang kemudian mendatangkan dewi mimpi yang mulai mendekapnya erat tanpa kata.
###
Sementara itu di tempat lain.
Nisa terlihat gembira sekali menimang-nimang boneka kelinci biru pemberian Aby, raut ceria begitu tampak dari wajahnya. Ia rebahkan badannya diatas kasur springbed yang terbungkus oleh sprei yang bermotifkan bunga mawar itu.
Sejenak wajah ceria itu seketika berubah menjadi penuh tanda tanya, alisnya meruncing, dia mulai mengambil posisi duduk, sejenak ia merasakan adanya sesuatu yang aneh dalam hubungannya dengan Aby.
“ Heran kenapa aku jadi seneng ya..! ngga` aku ngga` boleh suka sama Aby, aku harus benci sama dia !” Ucap Nisa pelan kemudian membanting boneka mungil yang tak berdosa itu ke lantai, tidak hanya itu aksinya bahkan cewek asli kelahiran jogja itu mencengkeram kuat-kuat bantalnya yang tak bersalah.
“ Aku ngga` boleh jatuh cinta sama dia “ Teriaknya kuat sembari membenamkan dirinya kedalam selimut tebalnya, kamar mewah berukuran besar itu telah menjadi saksi kegundahan hatinya di malam ini.
Perlahan tapi pasti, sepertinya cinta itu mulai tumbuh di dalam hati Nisa, bunga-bunga cinta sedang bermekaran di dalam hatinya, keindahan dan kecerian itu bisa ia rasakan apabila di dekat Aby meski ia selalu mengingkarinya dalam setiap ucapannya, bahwa dia mencintainya. Bukan hanya keceriaan yang ia rasakan, kecemburuan juga selalu menggelayutinya kala memergoki Aby sedang berbincang dengan teman ceweknya atau ketika teman ceweknya menanyakan keberadaan Aby lewat dirinya.
“ Tapi…Aby selalu bisa membuat aku senang, dia juga tahu apa yang kusuka atau jangan-jangan dia juga merasakan seperti apa yang kurasakan sekarang ini ? “ Tanyanya dalam hati.
###
Dua minggu kemudian
Matahari masih pagi, kicauan burung menemani indahnya hangat sinar mentari pagi ini, tapi indahnya pagi ini bukanlah jaminan hilangnya sebuah kesedihan mendalam yang dirasa oleh Nisa. Apa yang di takutkan dihari ini akhirnya terjadi.
Masih jelas di matanya bayangan Aby ketika memutuskan hubungannya secara sepihak.
“ Nis , kita udahan ya ! kita putus aja !“ Ungkap Aby tanpa dosa kemudian meninggalkan Nisa yang memanggil-manggil namanya disertai deras air mata.
Segalanya telah terjadi, kini ia hanya bisa mengenang kebahagiaan yang pernah ia rasakan bersama Aby dua minggu ini, ia benamkan wajahnya di meja belajar serta menunggu jam pelajaran pagi ini di mulai
Diluar jendela sepasang mata Santi menatap penuh iba pada sahabatnya yang selama ini mempercayainya ada sedikit penyesalan dengan apa yang telah ia lakukan terhadap sahabatnya itu.
Maaf sobat, Kamu ga` akan pernah tahu kalau Aby adalah adik tiriku, aku hanya ingin membuatnya merasa senang, meski harus mengorbankan perasaanmu, sebab dokter telah menvonis hidupnya satu bulan lagi, aku harap kau mengerti kawan ! Ucapnya kemudian berlalu meninggalkan kelas Nisa.
Read On 0 comments

andai kau hargai aku

23.35.00
Andai Kau Hargai aku**
*Oleh: Ahmadi

Bruk…!
Sebuah tas kecil berwarna biru itu melompat-lompat di atas kasur springbed, Roni si pemilik tas itu membiarkan begitu saja tas sekolahnya tergeletak di atas ranjang. Setelah melepas baju seragamnya ia pun kembali memacu motornya untuk memecah jalanan kota pelajar di terik siang ini, begitulah keseharian yang dilakukan oleh siswa yang sekarang ini duduk di kelas tiga SMP ini.
Sementara itu di dalam tas kecil yang berwarna biru tua itu, terdapat keributan kecil yang membuat para penghuni tas mungil itu ingin dikeluarkan dari tas kecil itu dan kecil itu dan kembali berkumpul dengan teman-temanya segera .
“Eh….geseran dikit dong, aku kejepit nih!” kata buku matematika yang berwarna kuning itu dengan sedikit mengeluh.
“Ngga’ usah cerewet diam aja kenapa sih! Kalian kan tahu sifat bos kita setiap habis sekolah pasti langsung pergi dan tidak akan mengeluarkan kita dari sini sampai jam lima sore nanti.” Jelas Si buku bahasa Inggris yang berwarna hijau bergaris-garis kuning.
Suasana kembali hening tak satupun dari mereka mengeluarkan suara, karena dari perkataan buku bahasa Inggris tadi mengisyaratkan bahwasannya mereka semua harus rela menunggu hingga sore tiba agar bisa keluar dari tas kecil ini dan kembali berkumpul dengan teman-temannya yang lain diatas meja buku yang terletak di bawah jendela kamar milik Roni.
“Eh…ngomong-ngomong Ketua tadi ada bersama kita di sekolah, kan?” ungkap buku Agama yang berukuran paling kecil di antara mereka.
Ucapan tersebut membuat seluruh isi tas kecil yang terdiri dari buku bahasa Inggris, Matematika, Agama dan Fisika menjadi panik, karena buku bahasa Indonesialah seorang ketua dari buku-buku milik Roni. Akan tetapi sekarang sang ketua hilang.
Buku-buku itupun mulai memikirkan akibat paling buruk yang akan diterima oleh sang ketua atas kecerobohan si Roni yang sengaja meninggalkan bukunya di kelas hanya untuk menghindari pelajaran bahasa Indonesia siang itu.
“Aaaaah…aaah…” seluruh isi tas itu berteriak ketakutan membayangkan kemungkinan terburuk yang akan menimpa sang ketua mereka yang tertinggal di kelas itu di ambil oleh seseorang yang tak bertanggungjawab kemudian di bakar dan di buang ke tempat sampah.
“Teman-teman kalian jangan berpikir seperti itu, siapa tahu si ketua hanya tertinggal saja, si Roni besok juga masuk sekolah dan bisa di ambil untuk kembali bersama kita, lebih baik kita berdo’a agar si Ketua baik-baik saja.” Ungkap buku Agama yang memang sering menasehati teman-temannya ketika sedang ada masalah seperti itu dengan panjang lebar. Meski ukuran si Fiqih lebih kecil dari yang lainnya akan tetapi dialah yang sering menasehati teman-temannya ketika ada masalah.
Selang waktu yang lama akhirnya saat yang di tunggu oleh penghuni tas kecil itupun tiba dengan datangnya Roni dari malam itu.
“Krek…krek…” udara malam menyusup ke dalam tas kecil itu perasaan senang pun muncul di hati mereka, karena akhirnya mereka akan keluar dari tas dan berkumpul kembali dengan teman-temannya. Akan tetapi, si Roni yang sedang letih tidak meletakkan mereka dengan tulus, ia melemparkan satu persatu bukunya ke atas meja belajarnya yang terletak di bawah jendela kamarnya.
***
Sementara itu di tempat lain,
“Hei, kamu siapa?” kata buku-buku yang terdapat di tas gendong pink milik Nika serempak.
“Maaf, aku buku bahasa Indonesia milik Roni, tapi karena Roni tadi bolos pelajaran terakhir jadi aku ditinggalkan di kelas sendiri.” Jawab buku bahasa Indonesia menjelaskan apa yang sedang di alaminya saat ini.
“Saudara kembarku! Jadi kamu milik Roni si pengacau kelas itu, pasti kamu diperlakukan tidak baik oleh dia?” selidik buku bahasa Indonesia yang di sampul plastik merah jambu milik Nika dengan nada sedikit curiga.
“Iya! Aku selalu diperlakukan tidak baik oleh Roni, bahkan bagian dalamku banyak yang hilang karena disobek oleh dia kemudian hilang entah kemana, Aku tidak tahu apa yang Dia inginkan dariku,tapi dia seakan tidak mau memperhatikanku.” Jelas buku bahasa Indonesia milik Roni.
Buku bahasa Indonesia itu mulai menceritakan semua tentang pemiliknya, mulai dari si Roni yang hobi meninggalkan pelajaran, perlakuan buruknya kepada semua teman-temannya, bahkan temannya yang pernah di sobek olehnya untuk dijadikan contekan sewaktu ujian. Akan tetapi dengan kecurangannya tersebut tetap tidak mengubah dia sebagai penghuni peringkat terbawah di kelasnya.
Mendengar itu semua buku-buku milik Nika merasa iba, andaikan buku-buku itu bisa mengeluarkan airmata, pastilah tas yang di gendong oleh Nika sore itu sudah basah kuyup oleh tetesan air mata yang keluar dari buku-buku tersebut. Mereka semua tidak mengira ternyata masih ada sahabatnya yang diperlakukan tidak baik oleh manusia. Padahal seharusnya mereka membutuhkan buku-buku tersebut untuk menggapai semua yang mereka cita-citakan di masa depannya.
Hari itu buku bahasa Indonesia Roni benar-benar merasakan perlakuan baik dari seorang wanita cantik yang tak lain adalah sang juara kelas di sekolahannya, dia pun mulai berpikir andai semua orang di pelosok tanah air ini memperlakukan buku mereka dengan baik, mungkin mereka akan menjadi secerdas Nika.
***
Pagi itu buku bahasa Indonesia Roni di bawa oleh Nika kembali ke sekolah untuk di kembalikan kepada pemiliknya. Akan tetapi, di tas kecil yang tergendong di punggung gadis asli kelahiran Kalimantan timur ini, terjadi sebuah perpisahan yang mengharukan.
“Teman-teman aku pergi dulu ya!” katanya dengan nada lirih kepada teman-teman yang baru dikenalnya kemarin.
“Jaga dirimu baik-baik ya!” kata buku bahasa Indonesia dengan penuh pengertian, karena dia tahu apa yang akan di rasakan oleh sahabat kembarnya itu setelah berpindah tangan kepada pemiliknya.
Sementara di dalam tas Roni ada rasa gembira di dalamnya, karena mereka semua tahu bahwa ketua mereka telah kembali dengan baik-baik saja dan merekapun menunggu cerita apa yang terjadi dengan ketua mereka, selama sang ketua tidak bersama mereka.
“Ron! Ini bukumu kemarin ketinggalan di kelas.” Ucap Nika dengan sedikit berteriak, karena memang jarak Roni yang agak jauh darinya.
“Iya.” Jawabnya dengan acuh sambil menyambut buku yang diulurkan oleh Nika.
“Nih, buku pake acara ketinggalan di sekolah lagi. Gue buang nanti loe.” Imbuhnya sambil memaki buku kecil tak berdosa yang seharusnya di rawat dengan baik, karena melalui buku itulah ia mendapatka seha sekolah lagi. n oleh Nika. agak jauh darinya.ua mereka selama ia tidak bersama mereka.telah n yang tidak ia dapatkan sebelumnya.
Setelah kembali berkumpul dengan teman-temannya. Si buku bahasa Indonesia pun mulai menceritakan kepada teman-temannya tentang apa yang ia alami sebelumnya, mulai dari perlakuan baik yang ia terima dari wanita cerdas seperti Nika, teman-teman barunya yang diperlakukan dengan baik, serta rasa solidaritasnya yang begitu tinggi terhadapnya dan rasa iba yang mendalam yang mereka berikan ketika mendengar apa yang di alami oleh ketua mereka kala itu.
Mendengar itu semua para buku milik Roni langsung meledak-ledak amarahnya, sebagian dari mereka berpendapat bahwa perilaku Roni ini tidak bisa diampuni karena terbukti tidak semua manusia memperlakukan buku itu seenaknya. Akan tetapi, ada yang masih menghargai buku dan mereka merasa diperlakukan tidak semestinya.
Di tengah meledaknya para buku itu sang ketua pun tidak hanya diam, karena dia tak ingin teman-temannya terus merasakan hal ini.
“Teman-teman, aku tahu kalian semua kesal, tapi apa yang bisa kita lakukan saat ini, andai aku bisa menulis di kertasku sendiri pasti sudah kutulis “ TOLONG HARGAI KAMI.” ungkap sang ketua dengan bijak kepada teman-temannya.
“Untuk apa kalian berbuat seperti itu, ketahuilah bahwa Tuhan itu adil dan dia pasti akan mendapatkan balasannya suatu saat nanti.” Ungkap si Fiqih, yang membuat seluruh penghuni tas itu mereda amarahnya.
***
Dua bulan telah berlalu sejak kejadian itu, siswa SMP kelas tiga di seluruh pelosok negeri ini pun telah selesai melewati masa terberat yang dialami oleh mereka. Standar kelulusan yang mencapai 4,25 pun membuat para siswa semakin giat dalam belajar guna mencapai standar kelulusan tersebut.
Pagi itu langit begitu bersahabat, mataharipun tersenyum indah melalui sinarnya, akan tetapi seluruh dada siswa kelas tiga SMP di kota pelajar ini berdegup kencang, karena jerih payah yang mereka tanam akan mereka panen dipagi ini.Bukan hanya para siswa, bahkan para guru juga mengalami hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh para siswa.
Diantara sorak-ramai kegembiraan dan keriuhan yang terjadi di SMP 5 Jogjakarta itu setelah dibagikanya hasil ujian akhir mereka tahun ini, terlihat sesosok pemuda yang tampak lesu dan tidak puas dengan kertas yang diberikan oleh gurunya.
Dengan tanpa semangat dia pun mulai menyalakan motornya untuk kembali ke rumahnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika kedua orang tuanya tahu bahwa ia mendapatkan sebuah hasil yang tidak diharapkan oleh orang tuanya.
Sementara di kamar Roni, buku-buku itu menunggu kedatangan sang pemilik mereka tentang kelulusan yang ia terima pagi ini. Tiba-tiba isak tangispun terdengar seiring dengan terbukanya pintu kamar. Mereka pun ingin mengetahui apa yang terjadi dengan pemiliknya hari ini.
Lembaran kertas itu diletakkan di meja belajar, ia pun segera merebahkan tubuhnya diatas ranjang, penyesalan itupun muncul begitu dalam. Dan akhirya seluruh buku itu segera tahu apa yang terjadi pada pemiliknya. Mereka pun merasa iba melihat apa yang menimpa pemiliknya di hari ini, akan tetapi mereka lebih memilih untuk dia mengetahui itu semua.
“Aku rasa dia akan belajar untuk lebih menghargai kita semua.” Ucap sang ketua dari mereka dengan penuh rasa iba.

*: Ahmadi Hasanuddin Dardiri, siswa MAPK MAN 1 Surakarta
**: juara 1 lomba cerpen SOLO MEMBACA tahun 2007 Universitas Negeri Surakarta
Read On 4 comments

biarkan purnam menjadi saksi

23.30.00
Untukmu dipenjara suci
Kutulis apa yang kurasa
Kugambarkan apa yang kupendam
Dirimu yang terbatas ruang dan waktu
Membuatku menyisa harapan
Andai ada celah disana
Kesempatan takkan kulewatkan
Andai ruangku tak terbatas
Kan ku kejar bayangmu
Ke laut….. ke gunung….
Bahkan ke surga
Tak ada sesuatu yang terindah
Kecuali sedetik yang kulewatkan bersamamu

By : Ari

Tak terasa wajah cantik itu mulai menitikkan air mata.
Tetesan itu perlahan mulai membasahi kerudung putih yang membalut
kepalanya,wajah cantiknya tidak berubah sama sekali meskipun kerinduan yang
dialaminya begitu mencekam dirinya di malam itu.
Entah apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi situasi seperti
ini,disisi lain ia
bangga karena sang pujaan hati begitu setia kepadanya,
tapi disisi lain ia begitu takut jika hubunganya ini diketahui oleh
kedua orang tuanya, yang memang tidak merestui hubungan mereka dari awal.
Dilipatnya surat kecil yang ia terima siang tadi dari dewi, sepupu
Ari yang merupakan sahabat dekatnya, surat itu kemudian ia lipat
kecil-kecil sebelum akhirnya ia selipkan di bawah kasur miliknya agar orang
tuanya tidak mengetahui jika diantara keduanya masih berhubungan.
Malam itu Ima benar-benar tidak bisa memejamkan matanya meski malam
telah begitu larut, hembusan angin malam serta padamnya lampu kamar
tetap tidak membantunya untuk menimbulkan rasa kantuk dalam dirinya, ia
masih ingat dengan jelas penyebab dari pada tidak direstuinya hubungan
mereka berdua.
***
Siang itu terik matahari begitu panas, sinarnya menyengat setiap
kepala yang berada dibawahnya, lelaki separuh baya itu berjalan dengan
tenang sambil
mengusap jenggotnya yang panjang dengan tangan kirinya, ikat
kepala sorban yang terikat dikepalanya semakin menunjukkan bahwa
dirinya adalah seorang pemuka agama.
Lelaki tua itu mengarahkan pandangan matanya ke setiap orang yang
sedang berjalan di sampingnya, sejenak ia terpana melihat sesosok
perempuan yang sedang asyik bercengkrama dengan seorang pemuda seusianya
diwarung makan yang terletak di pojok perempatan desa.
Wajah itu seketika berubah menjadi merah padam , rasa kecewa yang
mendalam begitu terlihat jelas diwajahnya ketika ia mendapati anak
sulungnya sudah mengkhianati kepercayaan yang ia berikan.
“Ima…! Pulang kamu!” bentaknya dengan keras sehingga membuat
keduanya terpengarah seketika.
“A..yah” desis Ima ketakutan.
Sambil menundukkan wajahnya, gadis kelahiran Madinah itu mulai
berlari kecil meninggalkan warung itu menuju kerumahnya dengan disertai
linangan air mata yang membasahi kedua
pipinya.
“Anak kayak kamu nggak pantas jadi menantu saya! Bisa apa kamu
hah…..!” bentak ayah Ima keras kepada Ari yang masih saja tidak
beranjak dari tempat duduknya, tidak puas dengan itu semua lelaki itu mulai
mendaratkan beberapa pukulanya kepada Ari.
Gadis itu berhenti sejenak memandangi apa yang terjadi dengan
kekasihnya yang tercinta itu, air matanya mulai membasahi kerudung merah yang
membalut kepalanya.Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan agar
kiranya ayahnya mau merestui hubungan mereka berdua, karena memang sejak
pertama kali Ima mengenalkan Ari kepada ayahnya, beliau langsung tidak
menyetujui hubungan diantara keduanya.
Kemarahan sang Ayah tidak berhenti sampai disitu saja, sesampainya
dirumah Ima dimaki habis-habisan oleh ayahnya, bahkan sang Ayah sempat
mengucapkan bahwa beliau tidak akan mengakui Ima sebagai anaknya apabila
ia ketahuan berhubungan dengan anak pedagang sayur di pasar
kota
pesisir pantai ini.
***
Penderitaan gadis yang selalu menjadi bunga kelas disekolahanya itu
semakin bertambah ketika sebulan yang lalu Kiai Abdul Ghofur, pemimpin
di salah satu pondok ternama di Jogjakarta bertamu kerumahnya.
Kedatangan beliau berkunjung ke rumahnya kali ini dengan maksud
meminang dirinya untuk anak bungsunya yang baru saja kembali dari
perantauanya dari negeri para nabi di daerah timur tengah.
“Ima” panggil Ayahnya lembut.
“Ini kenalkan Kiai Abdul Ghofur dan ini Hasan al-Ghofur ,putranya
yang baru saja datang dari timur tengah”tambah Ayahnya seakan tidak
menyadari tekanan batin yang dirasakan oleh anak sulungnya itu.
Ima hanya mengangguk pelan seakan tidak terjadi apa-apa dengan
dirinya, hatinya yang sejak pagi dilipati oleh kegelisahan yang begitu hebat
akhirnya terjawab juga, kegelisahan semakin membuncah ketika ayahnya
menanyakan kesediaanya untuk menjadi pendamping
hidup putra bungsu Kiai
Abdul Ghofur itu.
Tiba-tiba Gadis bernama lengkap Halimatus Sa’diyyah itu merasakan
ketidaknormalan dalam sel sarafnya, otaknya, Ia tidak bisa menggerakkan
mulut mungil yang menyimpan sejuta kata penolakan atas pinangan
tersebut, tetapi kepalanya memberikan sebuah anggukan kecil pertanda
diterimanya pinangan itu.
Hatinya tidak berhenti menangis,Ia hanya bisa berandai jika Ibunya
tidak meninggalkan dirinya diusia sedini itu , mungkin kengerian yang
dialaminya hari ini tidak akan terjadi , sebab Ia merasa bahwa Ibunya akan
lebih memperhatikan perasaan anaknya daripada hanya sekedar rasa
gengsi untuk mendapatkan seorang menantu yang berasal dari keluarga orang
terhormat.
***
Malam itu Ima benar-benar dihimpit oleh kenyataan pahit yang akan
menimpa dirinya, Ia akan menjadi pelayan setia bagi orang yang sama sekali
tidak dicintainya untuk selama-lamanya.
“Ya Allah . kuatkanlah
hati hambamu ini” rintihnya pelan
disela-sela isak tangis kecilnya.
Sejenak ia perhatikan jam bertuliskan ayat tuhan yang terletak ditas
meja kamarnya , benda yang merupakan hadiah dari Hafid Ari dihari ulang
tahunnya kala itu telah menunjukkan pukul satu pagi.
“Ari … apa kau juga sedang memikirkan aku?” tanyanya lirih
Entah kenapa setiap Ia memandang jam pemberian dari kekasihnya itu ia
selalu teringat kepadanya.
Hembusan angin malam itu semakin bertambah dingin, angin malam kali
ini memperindah segala suara yang didendangkan oleh hewan-hewan malam,
sayup-sayup telinga Ima mendengarkan suara dari microphone masjid.
“Innalillahi wa inna ilahi rojiuun, telah meninggal dunia dengan
tenang saudara Hafid Ari dan akan dikebumikan besok pagi setelah sholat
subuh” seru mang ujang si panjaga masjid kampung ini.
“Allahu Akbar… Ya Allah dosa apa yang sedang dilakukan oleh
hambamu ini, sehingga Engkau
memberikan cobaan yang teramat besar untuk
hambamu ini” isak Ima didepan jendela kamarnya sambil memandangi bulan
purnama.
“Semoga engkaulah yang menjadi saksi bisu atas ketabahanku menerima
cobaan ini” ungkapnya pelan disertai linangan air matanya.
Read On 0 comments

bidadari impian

23.24.00
Oh, semerbak harum
Bingkisan an-nur
Berterbangan tinggi ke intifadho
Oh, meretas misi
Risalah suci
Mewangikan taman yang dicemari*
Alunan lagu bernuansa islami itu masih terngiang jelas di telingaku, bait-bait semangat pemersatu Islam itu membangkitkan jiwa islami setiap muslim yang mendengarnya, gadis itu seakan ia menyurukan kepada kita semua untuk melihat kondisi saudara kita di Palestina.
Dengan sedikit gerak tarian, dipadu dengan suara lembutnya gadis itu mampu meyihir seluruh audience dan para juri untuk melihat dan mendengarkan dengan seksama lagu yang dibawakannya tersebut. sebelum akhirnya ia dinobatkan menjadi juara satu festival seni tingkat daerah tahun ini.
Aku masih saja termenung dalam sepi, bayangan wajah cantiknya kini memenuhi seluruh kelopak mataku, wajah putih halus yang dibalut dengan kerudung coklat yang ia kenakan saat tampil dipanggung membuat dirinya semakin anggun, kalau saja aku boleh berpendapat “ ia bagaikan seorang bidadari yang turun dari langit”.
“ Bahagia sekali orang yang yang bisa dekat denganya “ gumamku dalam hati.
Angin malam ini bertiup lebih kencang dari malam-malam sebelumnya. Udara dinginya pun mencoba mencari celah disela-sela badanku yang terbungkus jaket tebal yang kukenakan malam ini, sambil menahan dingin kuselimutkan kain sarungku ke seluruh badanku.
Aku semakin tak paham dengan apa yang kurasakan malam ini, ataukah “ ini yang dinamakan dengan cinta?” yang semua orang bilang ketika kita mengalaminya pasti kita akan selalu terbayang wajahnya, “ Ah…. Aku terlalu bodoh jika berbicara tentang cinta”.pikirku sambil beranjak berjalan menuju kedalam kamar.
“Nurul Lailiyah Aidatus Sholihah “lirih namanya kusebut. Setidaknya itulah yang kuketahui tentang dia jika suatu hari nanti tuhan akan mempertemukanku kembali dengannya.
####
“Zein, gimana? Kapan kamu akan nikah nak?” Tanya Ibuku tiba-tiba..
Entah mengapa akhir-akhir ini Ibuku selalu menanyakan hal itu kepadaku, pertanyaan yang selalu membuatku tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, semua orang pasti menginginkan seorang keturunan dalam hidupnya, dan mungkin Ibuku sangat ingin sekali melihat keturunanya sebelum berpisah dengan dunia fana’ ini.
Ibuku sepertinya tidak puas dengan jawabanku, beliau mulai duduk di sampingku, kemudian mengusap lembut kepalaku yang masih terbaring diranjang kayu tempat tidurku ini.
“Nak, apa perlu ibu bantu carikan ?” tanyanya kepadaku
Tak kuasa aku menjawab pertanyaan beliau, aku tertunduk sejenak, “bukankah jodoh itu ada ditangan tuhan?” Tanyaku dalam hati yang tak munkin aku ucapkan pada ibu, kuangkat wajahku untuk menatap wajah beliau, kutatap wajah tua yang penuh dengan kasih sayang itu dengan senyum, wajah yang selalu memberikanku semangat ketika aku hampir saja menyerah dalam merebut gelar sarjanaku disalah satu fakultas ternama di kota ini.
“Oh iya nak, tadi ada kabar dari tetangga, katanya besok minggu malam kita di undang di acara walimahanya si Udin teman pondokmu dulu” ujarnya dengan mata agak berkaca-kaca seakan tampak kesedihan disana menunggu diriku kapan aku akan mengikuti apa yang dilakukan oleh temanku itu.
“Insyaallah, Zein akan kesana Bu” jawabku
Ibu mulai beranjak dari duduknya, meninggalkanku sendiri dikamar sempit berukuran sebesar 3x4 ini, kini aku termenung bertanya-tanya sendiri, “kenapa Ibu menyuruhku untuk cepat menikah?”, “apakah aku sudah terlalu tua?”,batinku lirih.
“Tidak mungkin”, kurasa jika semua orang melihatku pasti mereka akan mentaksir kalau aku belum menikah, di usia dua puluh tujuh tahun memang banyak dari teman-temanku yang memutuskan untuk melepas masa lajangnya, “tapi aku, menikah?” rasanya sungguh terlalu berat,pekerjaan saja aku belum tentu ” mau aku kasih akan apa nanti istriku kalau aku menikah?”.
“Modal apa kamu Din ,bisa menikahi anak orang ?” ujarku meremehkan.
####
.Menjelang isya aku mulai berdandan menggunakan pakaian batik cokelat yang dipadu dengan celana warna hitam kesukaanku,begitu habis selesai melaksanakan sholat isya’,aku langsung minta izin kepada ibu untuk pergi menghadiri acara walimahan si Udin di rumahnya yang terletak di desa sebelah kampungku.
Perlahan mulai kukayuh sepedaku pelan-pelan sambil menikmati heningnya malam, di sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya hampir tak kujumpai manusia yang sedang berjalan, maklum di daerah pedesaan, orang-orang hanya akan keluar malam hari jika ada pengajian besar atau semacamnya yang menghadirkan para mubalig terkenal, bahkan jika ada pengajian besar seperti itu para penduduk desa ini rela berjalan beratus-ratus meter untuk menghadirinya.
Kunikmati perjalanku menggunakan sepeda warisan ayahku yang sudah meninggal satu tahun yang lalu, sepeda yang dibeli ketika aku masih duduk dibangku Tsanawiyah itu tetap saja nyaman dipakai meski usianya sangatlah tua, tak terasa tiba-tiba pikiranku teringat dengan si Udin, kawan kecilku yang paling suka keluar malam ketika kita berdua menimba ilmu di salah satu pesantren salaf di daerah Jogjakarta.
Udin adalah anak orang kaya di desanya, ia juga salah seorang dari temanku yang gila bola, maka sering kali dulu aku ditraktir menontan bola di warung sekitar pondok dan tidak jarang pula kita kembali ke pondok ketika larut malam ,maklum kadang siaran sepak bola ditayangkan jika malam hari, karena itu tak jarang pula ia menjadi langganan keamanan pondok dalam menerima hukuman.
Aku yang sangat malu sekali jika terkena hukuman dari keamanan pondok akhirnya berusaha untuk tidak mengikuti ajakan dia untuk melanggar, tapi dasar si Udin yang keras kepala saja tetap nekad melakukanya, bahkan ia berpedoman sendiri dalam kamus hidupnya- kata dia suatu ketika- “jadi orang itu jangan munafik, aku tuh orangnya ya begini,seperti ini, kalau udah ketahuan ya sekalian aja”.bahkan karena seringnya ia menirima hukuman ia menganggap bahwa hukuman dari keamanan adalah perkara biasa yang tak perlu ditakuti lagi.
Kenakaln si Udin tidak hanya berhenti sampai di situ saja, sepertinya segala bentuk pelanggaran pondok pernah di langgarnya mulai dari berkelahi dengan santri yang lain, membolos ketika ada pengajian dari sang kyai, dsb . berbagai bentuk hukuman pun pernah dijalaninya seperti membersihkan kamar mandi, menyapu masjid dua minggu ,bahkan rambutnya pun tidak sempat tumbuh karena hukuman gundul yang dijalaninya hampir setiap bulan dua kali,dan terakhir ia dikeluarkan dari pondok pesantren karena ketahuan mencuri uang milik seorang teman sekamarku.
“nikah dengan siapa sekarang kamu Din?” tanyaku dalam hati.”atau jangan-jangan, mumpung ada yang mau denganmu kamu langsung mau nikah aja?”aku jadi ingin cepat tahu siapa wanita yang mau menjadi istri si Udin.
#####
Rumah besar si Udin mulai tampak oleh kedua mataku,janur kuning melengkung tanda diadakanya acara walimahan perkawinan itupun mulai tampak, Aku mulai mencari tempat untuk memarkirkan sepedaku,sejenak kulihat ke arah rumah besar bercat merah muda itu tampak ramai oleh beberapa tamu undangan yang menghadiri acara tersebut, sedikit penasaran seperti apa istri si Udin ,buru-buru kuparkir sepedaku di dekat pohon tempat sepeda para tamu undangan di parkir.
Aku mulai berjalan menuju rumah itu, bersalaman dengan penerima tamu undangan acara tersebut, serta mengisi daftar hadir yang disodorkan kepadaku beserta kenang-kenangan dari pengantin berupa gantungan kecil, tak lupa kumasukkan amplop kecil yang telah kusiapkan untuk menyumbang ke dalam kotak yang telah di letakkan di pintu masuk rumah ini.
“Ah.. pengantinya terlalu jauh”ungkapku dalam hati.
Akhirnya kuputuskan untuk duduk dikursi tempat para tamu undangan sambil menikmati hidangan yang disajikan, aku hanya bisa menikmati hidangan itu sambil sesekali melihat ke Udin dan istrinya yang sedang duduk di kursi pelaminan, sekilas kulihat pengantin wanita itu berdiri dari tempat duduknya ingin mempersembahkan sesuatu untuk menghibur para tamu undangan atau mungkin lebih tepatnya untuk si Udin suaminya.
Kuperhatikan kembali wanita itu yang sepertinya ingin mempersembahkan sebuah lagu untuk semuanya karena kulihat ia mulai mengambil micrhophone yang terletak tak jauh dari kursi pelaminan tersebut, make up yang tebal dimukanya membuatnya tak berbeda dengan wanita yang didandani dengan dandanan khas daerah ini
“Ah..dasar wanita, kalau sudah berdandan pasti tak karuan” gumamku tak menentu, kembali kunikmati makananku yang tersisa, perlahan tapi pasti suara indah wanita itu mulai mengalun indah,dan “Deg…….” Jantungku pun berdetak kencang ketika mendengar suar merdunya.
Oh,semerbak harum
Bingkisan an-nur
Berterbangan tinggi ke Intifadho
Oh, meretas misi
Risalah suci
Mewangikan Taman yang di cemari*
“Suara itu……?” tanyaku .
Buru-buru kurogoh saku bajuku untuk melihat kenang-kenangan yang telah diberikan oleh penerima tamu tadi kepada tamu undangan, mataku terbelelak seakan tak percaya dengan apa yang kulihat, tapi aku tak bisa mengingkari bahwa nama Nurul Lailiyah Aidatus Sholihah dan nama Sholahuddin tertulis di gantungan kunci tersebut.
“Ternyata kamulah orang yang beruntung itu, Din” ujarku lirih sambil tersenyum penuh kekalahan.
Read On 0 comments

kado tuk aisyah

02.22.00
Kado Untuk Aisyah
              Terik panas menyengat dari benda yang tergantung di atas sana, sinaran matahari siang ini membuatnya mengeluarkan banyak keringat dari badannya,beralaskan sandal jepit di atas aspal trotoar di perempatan jalan ini, gadis kecil yang kira-kira jika ia melanjutkan sekolah akan duduk di kelas 2 SMP itu tetap semangat mengais receh untuk mencukupi kebutuhannya.
              Gadis berambut ikal tersebut sudah memulai bergelut di jalannya sejak dia duduk di kelas 4 SD,lima tahun lalu,ketika ayahnya di PHK dari pabrik di tempat ia bekerja,karena pabrik tempat ia bekerja ludes terbakar, ayahnya yang putus asa untuk mendapatkan pekerjaannya kembali karena bermodal ijazah SD itu akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menegak racun serangga.
              Tapi hari ini kesedihan tak tampak sedikitpun dari wajh gadis kecil ini,aku masih menatapnya dari kejauhan, kulihat ia mulai menepi ketika lampu lalu-lintas itu mulai berganti warna menjadi hijau.
              “Ais…!Aisyah…!”teriaku kencang sambil berlari menuju arahnya.
              Ya Aisyah lah namanya sejenak ku perhatikan wajah itu menyiratkan sebuah kegembiraan senyumnya mengembang lebar ,Ia melambaikan tangan kanannaya yang masih memegang alat pencari nafkahnya, alat itu di buat dari tutup botol yang di pakukan sebuah kayu.
              “Lho….kak Acan enggak sekolah?”tanyanya sambil memandangiku yang masih mengenakan seragam putih-abu serta menggendong tas hitam di pundakku.
              “tidak,kak Acan hari ini pulang pagi” jawabku singkat.
              gadsi kecil yang sudah ku anggap seperti adikku sendiri,- karena memang aku anak tunggal dari kedua orang tuaku -ini senang sekali memanggilku dengan sebutan Acan yang katanya lebih keren dari pada nama Ahmadi hasan yang di berikan oleh kedua orang tuaku, tapi apa arti sebuah nama bagiku nama, bagiku nama hanyalah sarana pembeda diantara manusia agar lebih mudah di kenal,tidak lebih.
              Kulirik jam tanganku menunjukkan jam sebelas siang, biasanya aku menemui Aisyah di tempat ini pukul lima sore, karena aku mengikuti les tambahan di sekolahku setiap harinya hingga pukul setengah lima sore.
              “Aisyah belum makan siang kan?”tanyaku sambil mengharapkan jawabnya dengan sebuah anggukan kepala yang nantinya dapat membuatku mengajaknya makan bersama di rumah makan padang yang terletak di seberang jalan sana.
              Sejenak ia menatapku kemudian menganggukkan kepalanya, hatiku terasa senang sekali karena mendapatkan kesempatan makan bersamanya, biasanya kalo di sore hari aisyah selalu menjawab”Aisyah sudah makan kak”tapi kali ini akhirnya aku bisa mengajaknya makan bersama.
              Tanpa banyak kata, aku langsung menarik tangan kirinya Aisyah dengan tangan kananku sebagai isyarat agar ia mengikuti langkahku sejenak ia coba menarik tanganku dari genggamanku tapi kemudian dia mengikutiku saat aku menariknya dengan sedikit keras.
 
  #
              tampak bingung wajah aisyah ketika ku ajak masuk ke rumah makan padang Ia menghentikan langkahnya kemudian melihatku, aku yang melihat hal itu hanya mengangguk tand a bahwa semuanya beres.
              “apa di sini gak terlalu mahal kak?”tanyanya tiba-tiba.
  ” kenapa gak di warung mbok Nah yang murah?”lanjutnya sembari menolehkan pandangannya menoleh gubuk kecil yang berada di sisi seberang jalan yang lain.
  “sudah biasa ,sekali-kali bolehkan kesini?”jawabku seketika sambil membawanya masuk kedalam rumah makan padang tersebut.
              Sudah sebulan ini aku mengenal  gadis kecil ini banyak sekali cerita tentang kerasnya kehidupan di jalanan yang ia hadapi di perempatan ini, pekerjaan ini ia lakukan hanya untuk menghidupi dirinya sendiri serta menambah biaya penghasilan ibunya, dan sebagian dari hasil jerih payahnya tersebut harus ia setorkan  pada bosnya yang memberi izin kepadanya untuk mengamen di perempatan ini.
              Pernah sekali aku mengunjungi rumahnya yang terletak di pemukiman  bawah jembatan di kota ini, gibuk kecil yang ia sebut sebagai rumah itu hanya sebesar kamarku di rumah ,tidak ada ranjang ,kursi atau yang lain, seluruhnya hanya beralaskan tanah.
              Ibunya yang terlihat lebih tua dari semestinya itu, hanya bekerja sebagai penjual gorengan kecil di terminal yang hasilnya tak seberapa untuk mencukupi kebutuhan mereka berdua.
              Rumah makan padang itu terlihat sepi,hanya dua meja yang terisi meja yang di pojok diisi oleh gerombolan para mahasiswa dan yang satunya lagi tampak seorang bapak sedang makan sendirian.
              Aku sengaja memilih meja yang terletak agak jauh dari mereka karena aku takut jika Aisyah menjadi tersinggung jika orang-orang itu terlalu memperhatikan dirinya, orang seperti dia memang sering di pandang sebelah mata oleh orang pada umumnya, tapi bagiku lain, aku lebih merasa  bahwa Aisyah merupakan orang yang hebat, mandiri, dan kuat di atas kodratnya sebagai perempuan.
              Di sela-sela makannya Aisyah mengeluarkan beberapa sobekan novel dari saku celananya, seketika mataku terbelalak melihat apa yang di lakukan Aisyah, ku perhatikan cover novel yang lusuh itu, sejenak hatiku tergerak untuk membimbing tanganku  mengambil cover novel yang tergeletak di depannya.
              Aisyah masih asyik dengan sobekan-sobekan novelnya bahkan dia tak menoleh sedikitpun ketika aku mengambil covernya, hatiku semakin terkejut ketika aku melihat covernya bergambarkan mata seorang wanita bercadar.
              “Masya Allah”jeritku dalam hati aku benar-benar tidak menyangka bahwa novel yang berada di tangannya tersebut adalah novel fenomenal yang di tulis Habiburrahman el-shirazy, novel yang sanggup menyulap penulis-penulis Indonesia untuk membuat kisah cinta yang di bungkus dengan nilai-nilai islami.
              “Aisyah suka baca novel ya?”tanyaku padanya membuat dia sedikit terkejut.
              “eh….enggak kok kak! Aku Cuma suka baca-baca aja, kalo ada buku yang tececer di sekitar rumah aisyah, biasanya aisyah ambil hitung-hitung buat latihan baca sama ngisi waktu, dari pada bengong “jawabnya polos membuatku semakin terkagum padanya 
              Matahari mulai condong ke barat, aku berpamitan pulang pada aisyah, tapi entah apa yang aku rasakan saat ini aku akan seperti kehilangan sesuatu yang selalu ingin kujaga, jiwa lelakiku memberontak ingin memberikan sebuah perlindungan terhadap gadis kecil ini.
  “Kak Acan….!Besok-besok main kesini lagi ya!”serunya sambil berteriak karena aku memang sudah berjalan menjahuinya beberapa langkah
              “ya…!”seruku sambil melambaikan tangan ke arahnya
 
  #
  Angin malam ini berhembus kencang udara ini membuat rambutku berantakan aku masih saja sendiri di beranda kamarku yang berada di lantai dua, perasaaan sepi tiba-tiba menghampiri hatiku merasa gelisah .setelah termenung agak lama akhirnya kubawa langkahku menuju ke dalam kamar
  Kupandangi kamarku yang berukuran lumayan lebar ini, kegelisahan menggelayuti dalam hati. Ku rebahkan badanku di atas ranjang, kularikan pandanganku ke arah kalender yang bergantung tak jauh dari ranjangku kalender berwarna putih yang biasa ku beri tanda jika ada hari spesial itu membuatku sedikit terkejut, kemudian kubimbing langkahku menuju kalender tersebut
  “oh….kenapa aku bisa lupa?”ucapku dalam hati.
  tidak terasa tiga minggu lagi aisyah akan beranjak lima belas tahun dan aku yakin bahwa dia tidak akan pernah merayakan hari kelahirannya, karena dulu waktu aku tanya berapa umurnya ia hanya menjawab “aku lahir 4 april 1992”begitulah jawaban yang ia berikan, karena ia tak tahu pasti berapa umurnya.
  ada sedikit rasa kegembiraan dalam hatiku, aku berharap tiga minggu ini akan berlalu begitu cepat dan keindahan di hari itu akan kulewati dengan membuatnya merasakan kesenangan di hari ulang tahunnya yang ke lima belas ini.
  “tapi hadiah apa yang bisa ku berikan kepadanya nanti?”tanyaku dalam hati.
  tiga minggu memang bukan waktu yang panjang dan aku harus memberikan hadiah yang istimewa padanya”tapi apa?membuatkannya pajangan dinding dari kaligrafi pasti memakan waktu lama, apalagi merajut pakaian?” tidak mungkin.
  “Aku harus memberikan hadiah yang berasal dari karyaku sendiri bukan dari orang lain!”tekadku berucap, karena menurutku jika kita sayang kepada seseorang maka kita harus memberikan sesuatu yang terbaik yang kita punya
  aku masih berusaha keras memikirkan hadiah yang aku berikan nantinya kepada adik kesayanganku itu, setelah lama aku berpikir akhirnya mataku tak bisa menahan rasa kantuk yang menyerang perlahan-lahan, kedua mataku mulai tertutup sebelum ahirnya diriku terkelap dalam tidur.
  #
  Tiga minggu kemudian.
  pagi itu langit terasa begitu cerah matahari bersinar cerah seakan memberikan sebuah senyuman padaku dari ufuk timur sana, kumasukkan bingkisan kado yang telah kubungkus rapi berhiaskan bunga plastik itu ke dalam tas dan berharap aisyah akan senang menerima surprize yang akan aku berikan kepadanya siang ini.
  Seusai pelajaran sekolah aku langsung melesat ke ruang guru  meminta izin padanya untuk tidak mengikuti les siang hari ini karena urusan keluarga. itulah alasan yang aku ucapkan pada guruku agar aku dapat menepati janjiku untuk bertemu aisyah siang ini.
  Sesampainya di perempatan jalan sana kulihat aisyah sedang duduk sambil berteduh di pinggir jalan sana ku hentikan langkahku dan kuatur nafasku agar aku tidak terlihat ngos-ngosan di hadapannya, meski telah berlari kecil dari sekolahanku aku tidak merasakan letih sedikitpun, kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya
  “Aisyah….!”sapaku kepadanya setelah memang jarakku terasa dekat dengannya.
  “Oh…..kak acan duduk sini kak!”ucapnya sambil menggeser badannya ke arah kiri,tanpa banyak kata aku langsung duduk di sebelah kanannya sambil memberikan senyuman termanis yang aku punya meski banyak orang yang menilai wajahku ini tampak bengis, tapi aku yakin kalau aku masih bisa tersenyum manis.
  “Ada apa sih kak? Pakai janjian segala kemaren?”tanya aisyah penasaran
  “nggak apa-apa kok! Aku Cuma kasih tau ke kamu kalo hari ini adala hari rabu tanggal empat april, hari ulang tahun kamu!”seruku gembira kemudian mengucapkan selamat padanya yang masih terkejut dengan kata-kata yang aku ucapkan.
  “Dan kakak ingin ngasih ini buat kamu yang lagi ulang tahun!”sambungku seraya menyerahkan bingkisan berwarna merah muda yang kukeluarkan dari dalam tasku.
  senyumnya aisyah merekah, kegembiraan begitu terpancar dari rona wajahnya yang hitam manis itu,dengan semangat ia membuka kado yang aku berikan, wajah itu sedikit terkejut setelah memandang namaku yang tertulis di sampul novel yang aku hadiahkan itu.
  “I….ni…ka….kak..?”tanyanya terbata-bata
  aku hanya mengangguk kecil, dan tak kusangka gadis itu akan meluapkan kegembiraannya dengan memeluk tubuhku, ku biarkan aisyah memeluk tubuhku karena aku tak ingin menghentikan kegembiraaan itu untuk selamanya.
 
Read On 0 comments

it's just me

Foto saya
the student of indonesian islamic university......... faculty of law 2009

silahkan dibaca (monggo di waos)

acan's music

Acan's Facebook