Andai Kau Hargai aku**
*Oleh: Ahmadi
Bruk…!
Sebuah tas kecil berwarna biru itu melompat-lompat di atas kasur springbed, Roni si pemilik tas itu membiarkan begitu saja tas sekolahnya tergeletak di atas ranjang. Setelah melepas baju seragamnya ia pun kembali memacu motornya untuk memecah jalanan kota pelajar di terik siang ini, begitulah keseharian yang dilakukan oleh siswa yang sekarang ini duduk di kelas tiga SMP ini.
Sementara itu di dalam tas kecil yang berwarna biru tua itu, terdapat keributan kecil yang membuat para penghuni tas mungil itu ingin dikeluarkan dari tas kecil itu dan kecil itu dan kembali berkumpul dengan teman-temanya segera .
“Eh….geseran dikit dong, aku kejepit nih!” kata buku matematika yang berwarna kuning itu dengan sedikit mengeluh.
“Ngga’ usah cerewet diam aja kenapa sih! Kalian kan tahu sifat bos kita setiap habis sekolah pasti langsung pergi dan tidak akan mengeluarkan kita dari sini sampai jam lima sore nanti.” Jelas Si buku bahasa Inggris yang berwarna hijau bergaris-garis kuning.
Suasana kembali hening tak satupun dari mereka mengeluarkan suara, karena dari perkataan buku bahasa Inggris tadi mengisyaratkan bahwasannya mereka semua harus rela menunggu hingga sore tiba agar bisa keluar dari tas kecil ini dan kembali berkumpul dengan teman-temannya yang lain diatas meja buku yang terletak di bawah jendela kamar milik Roni.
“Eh…ngomong-ngomong Ketua tadi ada bersama kita di sekolah, kan?” ungkap buku Agama yang berukuran paling kecil di antara mereka.
Ucapan tersebut membuat seluruh isi tas kecil yang terdiri dari buku bahasa Inggris, Matematika, Agama dan Fisika menjadi panik, karena buku bahasa Indonesialah seorang ketua dari buku-buku milik Roni. Akan tetapi sekarang sang ketua hilang.
Buku-buku itupun mulai memikirkan akibat paling buruk yang akan diterima oleh sang ketua atas kecerobohan si Roni yang sengaja meninggalkan bukunya di kelas hanya untuk menghindari pelajaran bahasa Indonesia siang itu.
“Aaaaah…aaah…” seluruh isi tas itu berteriak ketakutan membayangkan kemungkinan terburuk yang akan menimpa sang ketua mereka yang tertinggal di kelas itu di ambil oleh seseorang yang tak bertanggungjawab kemudian di bakar dan di buang ke tempat sampah.
“Teman-teman kalian jangan berpikir seperti itu, siapa tahu si ketua hanya tertinggal saja, si Roni besok juga masuk sekolah dan bisa di ambil untuk kembali bersama kita, lebih baik kita berdo’a agar si Ketua baik-baik saja.” Ungkap buku Agama yang memang sering menasehati teman-temannya ketika sedang ada masalah seperti itu dengan panjang lebar. Meski ukuran si Fiqih lebih kecil dari yang lainnya akan tetapi dialah yang sering menasehati teman-temannya ketika ada masalah.
Selang waktu yang lama akhirnya saat yang di tunggu oleh penghuni tas kecil itupun tiba dengan datangnya Roni dari malam itu.
“Krek…krek…” udara malam menyusup ke dalam tas kecil itu perasaan senang pun muncul di hati mereka, karena akhirnya mereka akan keluar dari tas dan berkumpul kembali dengan teman-temannya. Akan tetapi, si Roni yang sedang letih tidak meletakkan mereka dengan tulus, ia melemparkan satu persatu bukunya ke atas meja belajarnya yang terletak di bawah jendela kamarnya.
***
Sementara itu di tempat lain,
“Hei, kamu siapa?” kata buku-buku yang terdapat di tas gendong pink milik Nika serempak.
“Maaf, aku buku bahasa Indonesia milik Roni, tapi karena Roni tadi bolos pelajaran terakhir jadi aku ditinggalkan di kelas sendiri.” Jawab buku bahasa Indonesia menjelaskan apa yang sedang di alaminya saat ini.
“Saudara kembarku! Jadi kamu milik Roni si pengacau kelas itu, pasti kamu diperlakukan tidak baik oleh dia?” selidik buku bahasa Indonesia yang di sampul plastik merah jambu milik Nika dengan nada sedikit curiga.
“Iya! Aku selalu diperlakukan tidak baik oleh Roni, bahkan bagian dalamku banyak yang hilang karena disobek oleh dia kemudian hilang entah kemana, Aku tidak tahu apa yang Dia inginkan dariku,tapi dia seakan tidak mau memperhatikanku.” Jelas buku bahasa Indonesia milik Roni.
Buku bahasa Indonesia itu mulai menceritakan semua tentang pemiliknya, mulai dari si Roni yang hobi meninggalkan pelajaran, perlakuan buruknya kepada semua teman-temannya, bahkan temannya yang pernah di sobek olehnya untuk dijadikan contekan sewaktu ujian. Akan tetapi dengan kecurangannya tersebut tetap tidak mengubah dia sebagai penghuni peringkat terbawah di kelasnya.
Mendengar itu semua buku-buku milik Nika merasa iba, andaikan buku-buku itu bisa mengeluarkan airmata, pastilah tas yang di gendong oleh Nika sore itu sudah basah kuyup oleh tetesan air mata yang keluar dari buku-buku tersebut. Mereka semua tidak mengira ternyata masih ada sahabatnya yang diperlakukan tidak baik oleh manusia. Padahal seharusnya mereka membutuhkan buku-buku tersebut untuk menggapai semua yang mereka cita-citakan di masa depannya.
Hari itu buku bahasa Indonesia Roni benar-benar merasakan perlakuan baik dari seorang wanita cantik yang tak lain adalah sang juara kelas di sekolahannya, dia pun mulai berpikir andai semua orang di pelosok tanah air ini memperlakukan buku mereka dengan baik, mungkin mereka akan menjadi secerdas Nika.
***
Pagi itu buku bahasa Indonesia Roni di bawa oleh Nika kembali ke sekolah untuk di kembalikan kepada pemiliknya. Akan tetapi, di tas kecil yang tergendong di punggung gadis asli kelahiran Kalimantan timur ini, terjadi sebuah perpisahan yang mengharukan.
“Teman-teman aku pergi dulu ya!” katanya dengan nada lirih kepada teman-teman yang baru dikenalnya kemarin.
“Jaga dirimu baik-baik ya!” kata buku bahasa Indonesia dengan penuh pengertian, karena dia tahu apa yang akan di rasakan oleh sahabat kembarnya itu setelah berpindah tangan kepada pemiliknya.
Sementara di dalam tas Roni ada rasa gembira di dalamnya, karena mereka semua tahu bahwa ketua mereka telah kembali dengan baik-baik saja dan merekapun menunggu cerita apa yang terjadi dengan ketua mereka, selama sang ketua tidak bersama mereka.
“Ron! Ini bukumu kemarin ketinggalan di kelas.” Ucap Nika dengan sedikit berteriak, karena memang jarak Roni yang agak jauh darinya.
“Iya.” Jawabnya dengan acuh sambil menyambut buku yang diulurkan oleh Nika.
“Nih, buku pake acara ketinggalan di sekolah lagi. Gue buang nanti loe.” Imbuhnya sambil memaki buku kecil tak berdosa yang seharusnya di rawat dengan baik, karena melalui buku itulah ia mendapatka seha sekolah lagi. n oleh Nika. agak jauh darinya.ua mereka selama ia tidak bersama mereka.telah n yang tidak ia dapatkan sebelumnya.
Setelah kembali berkumpul dengan teman-temannya. Si buku bahasa Indonesia pun mulai menceritakan kepada teman-temannya tentang apa yang ia alami sebelumnya, mulai dari perlakuan baik yang ia terima dari wanita cerdas seperti Nika, teman-teman barunya yang diperlakukan dengan baik, serta rasa solidaritasnya yang begitu tinggi terhadapnya dan rasa iba yang mendalam yang mereka berikan ketika mendengar apa yang di alami oleh ketua mereka kala itu.
Mendengar itu semua para buku milik Roni langsung meledak-ledak amarahnya, sebagian dari mereka berpendapat bahwa perilaku Roni ini tidak bisa diampuni karena terbukti tidak semua manusia memperlakukan buku itu seenaknya. Akan tetapi, ada yang masih menghargai buku dan mereka merasa diperlakukan tidak semestinya.
Di tengah meledaknya para buku itu sang ketua pun tidak hanya diam, karena dia tak ingin teman-temannya terus merasakan hal ini.
“Teman-teman, aku tahu kalian semua kesal, tapi apa yang bisa kita lakukan saat ini, andai aku bisa menulis di kertasku sendiri pasti sudah kutulis “ TOLONG HARGAI KAMI.” ungkap sang ketua dengan bijak kepada teman-temannya.
“Untuk apa kalian berbuat seperti itu, ketahuilah bahwa Tuhan itu adil dan dia pasti akan mendapatkan balasannya suatu saat nanti.” Ungkap si Fiqih, yang membuat seluruh penghuni tas itu mereda amarahnya.
***
Dua bulan telah berlalu sejak kejadian itu, siswa SMP kelas tiga di seluruh pelosok negeri ini pun telah selesai melewati masa terberat yang dialami oleh mereka. Standar kelulusan yang mencapai 4,25 pun membuat para siswa semakin giat dalam belajar guna mencapai standar kelulusan tersebut.
Pagi itu langit begitu bersahabat, mataharipun tersenyum indah melalui sinarnya, akan tetapi seluruh dada siswa kelas tiga SMP di kota pelajar ini berdegup kencang, karena jerih payah yang mereka tanam akan mereka panen dipagi ini.Bukan hanya para siswa, bahkan para guru juga mengalami hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh para siswa.
Diantara sorak-ramai kegembiraan dan keriuhan yang terjadi di SMP 5 Jogjakarta itu setelah dibagikanya hasil ujian akhir mereka tahun ini, terlihat sesosok pemuda yang tampak lesu dan tidak puas dengan kertas yang diberikan oleh gurunya.
Dengan tanpa semangat dia pun mulai menyalakan motornya untuk kembali ke rumahnya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika kedua orang tuanya tahu bahwa ia mendapatkan sebuah hasil yang tidak diharapkan oleh orang tuanya.
Sementara di kamar Roni, buku-buku itu menunggu kedatangan sang pemilik mereka tentang kelulusan yang ia terima pagi ini. Tiba-tiba isak tangispun terdengar seiring dengan terbukanya pintu kamar. Mereka pun ingin mengetahui apa yang terjadi dengan pemiliknya hari ini.
Lembaran kertas itu diletakkan di meja belajar, ia pun segera merebahkan tubuhnya diatas ranjang, penyesalan itupun muncul begitu dalam. Dan akhirya seluruh buku itu segera tahu apa yang terjadi pada pemiliknya. Mereka pun merasa iba melihat apa yang menimpa pemiliknya di hari ini, akan tetapi mereka lebih memilih untuk dia mengetahui itu semua.
“Aku rasa dia akan belajar untuk lebih menghargai kita semua.” Ucap sang ketua dari mereka dengan penuh rasa iba.
*: Ahmadi Hasanuddin Dardiri, siswa MAPK MAN 1 Surakarta
**: juara 1 lomba cerpen SOLO MEMBACA tahun 2007 Universitas Negeri Surakarta
23 Apr 2011, 05.45.00
Mantap chan. sastra eksperimentalis. untuk seumuranmu waktu kamu menuils itu, kamu pantas mendapatkan penghargaan.
15 Mei 2011, 00.17.00
makasih man...doain ja bisa diterusin dan disalurkan bakat-bakatnya ini....
1 Feb 2013, 06.27.00
Sejak Kpan Ada Universitas Negeri Surakarta?? Hwhwh
10 Jun 2013, 22.26.00
sori, Universitas negeri sebelas maret...hehehe
Posting Komentar