ACANESIA
the true contemplation of something complicated...

biarkan purnam menjadi saksi

Labels:
Untukmu dipenjara suci
Kutulis apa yang kurasa
Kugambarkan apa yang kupendam
Dirimu yang terbatas ruang dan waktu
Membuatku menyisa harapan
Andai ada celah disana
Kesempatan takkan kulewatkan
Andai ruangku tak terbatas
Kan ku kejar bayangmu
Ke laut….. ke gunung….
Bahkan ke surga
Tak ada sesuatu yang terindah
Kecuali sedetik yang kulewatkan bersamamu

By : Ari

Tak terasa wajah cantik itu mulai menitikkan air mata.
Tetesan itu perlahan mulai membasahi kerudung putih yang membalut
kepalanya,wajah cantiknya tidak berubah sama sekali meskipun kerinduan yang
dialaminya begitu mencekam dirinya di malam itu.
Entah apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi situasi seperti
ini,disisi lain ia
bangga karena sang pujaan hati begitu setia kepadanya,
tapi disisi lain ia begitu takut jika hubunganya ini diketahui oleh
kedua orang tuanya, yang memang tidak merestui hubungan mereka dari awal.
Dilipatnya surat kecil yang ia terima siang tadi dari dewi, sepupu
Ari yang merupakan sahabat dekatnya, surat itu kemudian ia lipat
kecil-kecil sebelum akhirnya ia selipkan di bawah kasur miliknya agar orang
tuanya tidak mengetahui jika diantara keduanya masih berhubungan.
Malam itu Ima benar-benar tidak bisa memejamkan matanya meski malam
telah begitu larut, hembusan angin malam serta padamnya lampu kamar
tetap tidak membantunya untuk menimbulkan rasa kantuk dalam dirinya, ia
masih ingat dengan jelas penyebab dari pada tidak direstuinya hubungan
mereka berdua.
***
Siang itu terik matahari begitu panas, sinarnya menyengat setiap
kepala yang berada dibawahnya, lelaki separuh baya itu berjalan dengan
tenang sambil
mengusap jenggotnya yang panjang dengan tangan kirinya, ikat
kepala sorban yang terikat dikepalanya semakin menunjukkan bahwa
dirinya adalah seorang pemuka agama.
Lelaki tua itu mengarahkan pandangan matanya ke setiap orang yang
sedang berjalan di sampingnya, sejenak ia terpana melihat sesosok
perempuan yang sedang asyik bercengkrama dengan seorang pemuda seusianya
diwarung makan yang terletak di pojok perempatan desa.
Wajah itu seketika berubah menjadi merah padam , rasa kecewa yang
mendalam begitu terlihat jelas diwajahnya ketika ia mendapati anak
sulungnya sudah mengkhianati kepercayaan yang ia berikan.
“Ima…! Pulang kamu!” bentaknya dengan keras sehingga membuat
keduanya terpengarah seketika.
“A..yah” desis Ima ketakutan.
Sambil menundukkan wajahnya, gadis kelahiran Madinah itu mulai
berlari kecil meninggalkan warung itu menuju kerumahnya dengan disertai
linangan air mata yang membasahi kedua
pipinya.
“Anak kayak kamu nggak pantas jadi menantu saya! Bisa apa kamu
hah…..!” bentak ayah Ima keras kepada Ari yang masih saja tidak
beranjak dari tempat duduknya, tidak puas dengan itu semua lelaki itu mulai
mendaratkan beberapa pukulanya kepada Ari.
Gadis itu berhenti sejenak memandangi apa yang terjadi dengan
kekasihnya yang tercinta itu, air matanya mulai membasahi kerudung merah yang
membalut kepalanya.Ia tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan agar
kiranya ayahnya mau merestui hubungan mereka berdua, karena memang sejak
pertama kali Ima mengenalkan Ari kepada ayahnya, beliau langsung tidak
menyetujui hubungan diantara keduanya.
Kemarahan sang Ayah tidak berhenti sampai disitu saja, sesampainya
dirumah Ima dimaki habis-habisan oleh ayahnya, bahkan sang Ayah sempat
mengucapkan bahwa beliau tidak akan mengakui Ima sebagai anaknya apabila
ia ketahuan berhubungan dengan anak pedagang sayur di pasar
kota
pesisir pantai ini.
***
Penderitaan gadis yang selalu menjadi bunga kelas disekolahanya itu
semakin bertambah ketika sebulan yang lalu Kiai Abdul Ghofur, pemimpin
di salah satu pondok ternama di Jogjakarta bertamu kerumahnya.
Kedatangan beliau berkunjung ke rumahnya kali ini dengan maksud
meminang dirinya untuk anak bungsunya yang baru saja kembali dari
perantauanya dari negeri para nabi di daerah timur tengah.
“Ima” panggil Ayahnya lembut.
“Ini kenalkan Kiai Abdul Ghofur dan ini Hasan al-Ghofur ,putranya
yang baru saja datang dari timur tengah”tambah Ayahnya seakan tidak
menyadari tekanan batin yang dirasakan oleh anak sulungnya itu.
Ima hanya mengangguk pelan seakan tidak terjadi apa-apa dengan
dirinya, hatinya yang sejak pagi dilipati oleh kegelisahan yang begitu hebat
akhirnya terjawab juga, kegelisahan semakin membuncah ketika ayahnya
menanyakan kesediaanya untuk menjadi pendamping
hidup putra bungsu Kiai
Abdul Ghofur itu.
Tiba-tiba Gadis bernama lengkap Halimatus Sa’diyyah itu merasakan
ketidaknormalan dalam sel sarafnya, otaknya, Ia tidak bisa menggerakkan
mulut mungil yang menyimpan sejuta kata penolakan atas pinangan
tersebut, tetapi kepalanya memberikan sebuah anggukan kecil pertanda
diterimanya pinangan itu.
Hatinya tidak berhenti menangis,Ia hanya bisa berandai jika Ibunya
tidak meninggalkan dirinya diusia sedini itu , mungkin kengerian yang
dialaminya hari ini tidak akan terjadi , sebab Ia merasa bahwa Ibunya akan
lebih memperhatikan perasaan anaknya daripada hanya sekedar rasa
gengsi untuk mendapatkan seorang menantu yang berasal dari keluarga orang
terhormat.
***
Malam itu Ima benar-benar dihimpit oleh kenyataan pahit yang akan
menimpa dirinya, Ia akan menjadi pelayan setia bagi orang yang sama sekali
tidak dicintainya untuk selama-lamanya.
“Ya Allah . kuatkanlah
hati hambamu ini” rintihnya pelan
disela-sela isak tangis kecilnya.
Sejenak ia perhatikan jam bertuliskan ayat tuhan yang terletak ditas
meja kamarnya , benda yang merupakan hadiah dari Hafid Ari dihari ulang
tahunnya kala itu telah menunjukkan pukul satu pagi.
“Ari … apa kau juga sedang memikirkan aku?” tanyanya lirih
Entah kenapa setiap Ia memandang jam pemberian dari kekasihnya itu ia
selalu teringat kepadanya.
Hembusan angin malam itu semakin bertambah dingin, angin malam kali
ini memperindah segala suara yang didendangkan oleh hewan-hewan malam,
sayup-sayup telinga Ima mendengarkan suara dari microphone masjid.
“Innalillahi wa inna ilahi rojiuun, telah meninggal dunia dengan
tenang saudara Hafid Ari dan akan dikebumikan besok pagi setelah sholat
subuh” seru mang ujang si panjaga masjid kampung ini.
“Allahu Akbar… Ya Allah dosa apa yang sedang dilakukan oleh
hambamu ini, sehingga Engkau
memberikan cobaan yang teramat besar untuk
hambamu ini” isak Ima didepan jendela kamarnya sambil memandangi bulan
purnama.
“Semoga engkaulah yang menjadi saksi bisu atas ketabahanku menerima
cobaan ini” ungkapnya pelan disertai linangan air matanya.
0 comments:

Posting Komentar

it's just me

Foto saya
the student of indonesian islamic university......... faculty of law 2009

acan's music

Acan's Facebook